Rabu, 14 Maret 2012

Aldehida dan Keton


Aldehid dan keton barulah dua dari sekian banyak kelompok senyawa organik yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton mempunyai dua gugus alkil (aril) yang terikat pada karbon karbonil, sedangkan aldehida mempunyai sekurangnya satu atom hidrogen yang terikat pada karbon karbonilnya. Gugus lain dalam suatu aldehida dapat berupa alkil, aril, atau H


Tata Nama Aldehida dan Keton

IUPAC: Dalam sistem IUPAC, nama suatu aldehida diturunkan dari nama alkana induknya dengan mengubah huruf akhir –a menjadi –al. Tidak perlu nomor; gugus –CHO selalu memiliki nomor satu untuk karbonnya. Keton diberi nama dengan mengubah –a alkana menjadi –on. Bila perlu digunakan nomor


Contoh:
*) Aldehida


*) Keton


TRIVIAL: Posisi-posisi lain dalam suatu molekul dapat dirujuk oleh huruf yunani, dengan hubungannya dengan gugus karbonil itu. Karbon terdekat dengan C=O disebut karbon alfa , karbon berikutnya beta , kemudian gamma , delta , dan seterusnya. Kadang-kadang digunakan omega , untuk menandai karbon ujung (dari) suatu rantai panjang, tanpa memperhatikan banyaknya atom karbon sebenarnya. Gugus (atom) yang terikat pada karbon  disebut gugus ; yang terikat pada gugus  disebut gugus

 
Penandaan huruf yunani dapat digunakan dalam nama TRIVIAL senyawa karbonil


Contoh:
*) Aldehida


*) Keton


Sifat Fisik Aldehida dan Keton

Gugus karbonil terdiri dari sebuah atom karbon sp2 yang dihubungkan ke sebuah atom oksigen oleh sebuah ikatan  dan sebuah ikatan . Ikatan-ikatan  gugus karbonil terletang dalam suatu bidang dengan sudut ikatan kira-kira 120°C disekitar karbon sp2. Ikatan  yang menghubungkan C dan O terletak di atas dan di bawah bidang ikatan-ikatan  tersebut

Gugus karbonil bersifat polar, dengan elektron-elektron dalam ikatan  dan terutama elektron-elektron dalam ikatan , tertarik oksigen yang lebih elektronegatif. Oksigen gugus karbonil mempunyai dua pasang elektron menyendiri. Aldehida dan keton mengandung gugus C=O yang bersifat polar karena terdapat perbedaan keelektronegatifan antara C dan O yang cukup besar

Karena aldehida dan keton bersifat polar, dan karena itu melakukan tarik menarik dipol-dipol antar molekul, aldehida dan keton mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada senyawa nonpolar yang bobot molekulnya bersamaan
 

Dengan adanya elektron menyendiri pada oksigen, suatu senyawa karbonil dapat mengadakan ikatan hidrogen (tetapi tidak dengan senyawa karbonil lain, kecuali jika senyawa ini mempunyai suatu hidrogen asam untuk ikatan hidrogen)
Akibat kemampuan membentuk ikatan hidrogen ini adalah dapat larutnya aldehida dan keton yang berbobot molekul rendah, dalam air, sama seperti alkohol. Tetapi karena aldehida atau keton tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan yang lainnya, titik didihnya cukup lebih rendah daripada alkohol padanannya


Perbandingan titik didih antara aldehida/ keton (yang tidak dapat membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya, aldehida dengan aldehida, keton dengan keton) dengan titik didih alkohol (yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan sesamanya, alkohol dengan alkohol) adalah berikut:


Reaktivitas Aldehida dan Keton
Semua sifat-sifat struktural dari aldehida dan keton ini ke dataran, ikatan pi, polaritas, dan adanya elektron menyendiri, mempengaruhi sifat dan kereaktivan gugus karbonil
 
*) Reaktivitas relatif aldehida dan keton dalam reaksi adisi sebagian dapat disebabkan oleh banyaknya muatan positif pada C karbonil, makin besar muatan positif C karbonil akan makin reaktiv → EFEK INDUKSI


Pendorong elektron: –CH2CH3 > –CH3 > –H


paling reaktiv karena –H pendorong elektron yang lemah sehingga C karbonilnya paling lebih positif dibanding C karbonil yang lain

Penarik elektron: –F > –Cl > –Br > –I


paling reaktiv karena –Cl penarik elektron yang lebih kuat dibanding –CH3 karena itu C karbonilnya lebih positif. Semakin banyak gugus penarik elektron maka semakin positif C karbonilnya akibatnya semakin reaktiv


*) Gugus meruah disekitar gugus karbonil menyebabkan halangan sterik yang lebih besar dalam produk (dan dalam keadaan transisi). Energi produk itu lebih besar karena tolakan sterik

STERIK: gugus meruah disekitar gugus karbonil ini menyebabkan kurang reaktif

 

Reaksi Kimia Aldehida dan Keton

1). Reaksi adisi

a. Dengan air (H2O)

Air dapat mengadisi suatu gugus karbonil, untuk membentuk 1,1-diol, yang disebut gem-diol, atau hidrat. Reaksi itu reversibel, dan biasanya kesetimbangan terletak pada sisi karbonil

Mekanisme umum:






Semakin reaktiv aldehida atau keton maka produk yang dihasilkan semakin stabil


lebih reaktiv maka dari itu produk yang dihasilkan lebih stabil. Dapat dilihat dari harga k-nya

b). Dengan alkohol (R–OH)

Seperti air, suatu alkohol dapat mengadisi suatu gugus karbonil. Dalam kebanyakan hal, kesetimbangan terletak pada sisi aldehida atau keton, sama seperti reaksi dengan air

Produk adisi satu molekul suatu alkohol pada suatu aldehida disebut suatu hemiasetal, sedangkan produk adisi dua molekul alkohol (dengan hilangnya H2O) disebut asetal (hemi-ketal dan ketal merupakan nama padanan untuk produk keton). Semua reaksi ini dikatalisis oleh asam kuat

Mekanisme umum:





c). Dengan hidrogen sianida (HCN)

Seperti air dan alkohol, hidrogen sianida dapat mengadisi ke gugus karbonil suatu aldehida atau keton. Dalam kedua hal produknya dirujuk sebagai sianohidrin

Hidrogen sianida tidak dapat mengadisi langsung kesuatu gugus karbonil. Adisi yang berhasil membutuhkan kondisi reaksi sedikit basa seperti yang ditemukan dalam larutan Buffer NaCN-HCN. Dengan cara ini konsentrasi ion sianida dibesarkan, dan adisi berlangsung dengan serangan nukleofilik CN- terhadap gugus karbonil. Meskipun nukleofil lemah (seperti H2O dan ROH) membutuhkan katalis asam untuk mengadisi ke gugus karbonil, namun nukleofil kuat CN- tidak membutuhkan katalis


Mekanisme umum:



d). Reaksi adisi – eliminasi dengan ammonia dan turunan ammonia

Ammonia adalah suatu nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu aldehida atau keton dalam suatu reaksi adisi – eliminasi

Mekanisme umum:






Imina tak tersubstitusi yang terbentuk dari NH3 tidak stabil dan berpolimerisasi bila didiamkan. Tetapi jika digunakan amina primer (RNH2) sebagai ganti ammonia, akan terbentuk imina tersubstitusi yang lebih stabil (yang kadang-kadang disebut basa Schiff)

Mekanisme umum:





Dengan amina primer, aldehida dan keton menghasilkan imina. Dengan amina sekunder (R2NH), aldehida dan keton menghasilkan ion iminium yang bereaksi lebih lanjut menjadi enamina (vinilamina)

Mekanisme umum:






e). Dengan pereaksi Grignard (RMgX)

Reaksi suatu reagensia Grignard dengan suatu senyawa karbonil merupakan contoh lain (dari) adisi nukleofilik pada karbon positif dari suatu gugus karbonil. Meskipun demikian, adisi dari suatu reagensia Grignard bukan suatu reversible (dapat balik)

Rentetan reaksi terdiri dari dua tahap yang terpisah: (1) reaksi antara reagensia Grignard dan senyawa karbonil, dan (2) hidrolisis magnesium alkoksida untuk menghasilkan alkohol. Perlu diingat bahwa reaksi Grignard (dari) formaldehida menghasilkan alkohol primer, aldehida lain menghasilkan alkohol sekunder, dan keton menghasilkan alkohol tersier


Mekanisme umum:


2. Reaksi Reduksi

Suatu aldehida atau keton dapat direduksi menjadi suatu alkohol, suatu hidrokarbon atau suatu amina. Produk reduksi ini tergantung pada bahan pereduksi dan struktur senyawa karbonilnya


a). Hidrogenansi

suatu keton direduksi menjadi alkohol sekunder oleh hidrogenansi katalitik, sementara suatu aldehida menghasilkan suatu alkohol primer. Rendemennya bagus sekali (90-100%)


Jika suatu ikatan rangkap dan satu gugus karbonil keduanya terdapat dalam sebuah struktur, ikatan rangkap itu dapat dihidrogenansikan sementara gugus karbonil tetap utuh, atau dapat pula keduanya terhidrogenansikan. Namun, gugus karbonil tak dapat dihidrogenansi tanpa mereduksi ikatan rangkapnya. Jika diinginkan mereduksi suatu gugus karbonil sementara ikatan rangkap karbon-karbon tetap utuh, haruslah dipilih reduksi (dengan) hidrida logam


b). Hidrida logam

suatu prosedur reduksi alternative melibatkan penggunaan hidrida logam. Dua zat pereduksi yang bermanfaat adalah litium aluminium hidrida (LAH) dan natrium borohidrida, keduanya mereduksi aldehida dan keton menjadi alkohol


Kedua hidrida logam ini sangat berbeda dalam kereaktivannya. LAH merupakan zat pereduksi kuat, yang tidak hanya mereduksi aldehida dan keton, tetapi juga asam karboksilat, ester, amida, dan nitril. LAH bereaksi hebat dengan air; biasanya reduksi dilakukan dalam pelarut seperti eter tak berair

Natrium borohidrida merupakan zat pereduksi yang lebih lembut daripada LAH. Reaksinya dapat dilakukan dalam air atau alkohol berair sebagai pelarut


c). Reduksi Wolf-Kishner dan Clemmensen

Reduksi Clemmensen dan Wolf-Kishner digunakan terutama untuk mereduksi aril keton yang diperoleh dari reaksi Friedel-Crafts, tetapi kadang-kadang dapat digunakan untuk mereduksi aldehida dan keton lain. Kedua metode reduksi ini mengubah suatu gugus C=O menjadi gugus CH2

Dalam reduksi Wolf-Kishner, aldehida atau keton mula-mula diubah menjadi suatu hidrazon dengan mereaksikannya dengan hidrazina. Hidrazon itu kemudian diolah dengan basa kuat seperti kalium hidroksida atau kalium t-butoksida dalam pelarut dimetil sulfoksida (DMSO) karena itu reaksi tersebut terbatas hanya pada senyawa karbonil yang stabil dalam kondisi basa


Sebaliknya dalam reduksi Clemmensen digunakan suatu amalgam seng (aliase antara seng dan raksa) dan HCl pekat; reagensia ini dipilih untuk senyawa yang tak stabil dalam suasana basa, tetapi stabil dalam suasana asam

d). Aminasi reduktif

Jika diinginkan suatu amina sebagai produk reduksi, maka senyawa karbonil itu diolah dengan ammonia atau suatu amina primer untuk membentuk suatu imina dengan kehadiran hidrogen dan suatu katalis kemudian gugus C=N imina mengalami hidrogenansi katalitik dengan cara yang sama seperti suatu gugus C=C atau C=O


Reaktivitas Hidrogen Alfa

Ikatan karbon-hidrogen biasanya stabil, nonpolar dan pasti tidak bersifat asam. Tetapi dengan adanya suatu gugus karbonil terjadilah hidrogen alfa yang bersifat asam

Mengapa hidrogen yang berposisi alfa terhadap gugus karbonil bersifat asam?

*) karbon alfa berdekatan dengan suatu atau lebih atom karbon yang positif sebagian. Karbon alfa itu juga ikut mengambil sebagian muatan positif ini (efek induksi oleh penarikan-elektron) sehingga ikatan C-H menjadi dilemahkan


*) (lebih penting) stabilitas resonansi dari ion enolat, yakni anion yang terbentuk bila proton terlepas. Dari struktur resonansi, tampak bahwa muatan negatif diemban oleh oksigen-oksigen karbonil maupun oleh karbon alfa. Delokalisasi muatan ini menstabilkan ion enolat dan mendorong pembentukannya

Berdekatan dengan satu gugus karbonil


Berdekatan dengan dua gugus karbonil


Tautomerisasi

Suatu senyawa karbonil dengan suatu hidrogen alfa yang bersifat asam, dapat berada dalam dua bentuk yang disebut tautomer: suatu tautomer keto dan sebuah tautomer enol

Tautomerisasi adalah isomer-isomer yang berbeda satu dengan lainnya hanya pada posisi ikatan rangkap dan sebuah atom hidrogen yang berhubungan

Karena atom hidrogen berada dalam posisi yang berlainan, kedua bentuk tautomerik ini bukanlah struktur resonansi, melainkan dua struktur berlainan yang berada dalam kesetimbangan (harus diingat bahwa struktur-struktur resonansi berbeda hanya dalam hal posisi elektron)


Mekanisme umum:


3. Reaksi Oksidasi


Tautomeri dapat mempengaruhi kereaktivan suatu senyawa. Suatu pengecualian terhadap sifat keton yang tidak mudah teroksidasi, ialah oksidasi keton yang memiliki sekurang-kurangnya satu hidrogen . Suatu keton yang dapat mengalami tautomeri dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi kuat pada ikatan rangkap karbon-karbon (dari) tautomer enolnya

Pendorong elektron – CH2CH3 > – CH3 sehingga pada 1 < 2 akibatnya ikatan C-H pada 1 cenderung lebih sulit diputuskan

*) oksidasi keton → asam karboksilat

4. Halogenansi H Alfa

Keton mudah dihalogenansikan pada karbon . Reaksi ini menuntut suasana basa atau suatu katalis asam. (perhatikan bahwa basa itu merupakan pereaksi, sedangkan asam suatu katalis)

*) Dalam suasana basa







*) Dalam suasana asam





Sumber:

Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik (Edisi Ketiga Jilid 2). Jakarta: Erlangga.

Perkuliahan Oleh Dra. Ila Rosilawati, M.Si & Prof. Tati Suhartati

Tutorial Oleh I Gusti Made Astawa

1 komentar: